Sinopsis
:
Laras mendapat warisan dari ibunya yang baru wafat
tapi dengan satu syarat, yaitu dia harus membawa sebuah kotak berisi
surat-surat kepada Jaya di Praha, Ibukota Republik Ceko. Tapi setibanya di
sana, Jaya menolak untuk menerima kotak itu. Ada apa sebenarnya? Siapakah Jaya
itu?
Review
:
Di awal tahun ini rumah produksi Visinema Pictures
yang sebelumnya sukses dengan dua filmnya, yaitu “Cahaya Dari Timur : Beta Maluku” dan “Filosofi
Kopi” merilis film mereka berikutnya yang bertajuk “Surat Dari Praha”. Melihat trailer
dan promosinya di instagram, dan juga track
record Visinema Pictures yang tak pernah gagal menghasilkan film yang
berkualitas, membuat saya memasukkan film ini ke dalam waiting list saya.
“Surat Dari Praha” adalah sebuah film cinta berbalut
musikal ala Angga Dwimas Sasongko. Tapi ini bukan film cinta biasa, melainkan
sebuah film cinta dengan dimensi yang berbeda.
Angga yang
terkenal piawai dalam “meletakkan” rasa di film-filmnya, juga berhasil
memasukkan unsur tersebut di film “Surat Dari Praha” ini. Bagaimana kita akan
terbuai dengan segala hal yang ditawarkan, baik secara teknis maupun
non-teknis.
Secara teknis, kita akan mendapati semuanya berjalan
dengan semestinya, dan tetap ala Angga Dwimas Sasongko. Bagaimana sinematografinya
yang apik, menangkap setiap scene di apartemen, bar, café, dan sudut-sudut Kota
Praha dengan sangat baik. Banyak teknik pergerakan dan angle kamera yang tidak
hanya sekedar “bermain aman”. Saluuut!
Selain sinematografinya, scoringnya juga mumpuni. Di
samping musik instrumental yang menjadi backsound,
seperti yang saya katakan tadi film ini berbalut musikal, yaitu kita akan
mendapati beberapa lagu soundtrack yang menjadi backsong, bahkan dua lagu “Nyali Terakhir” dan “Sabda Rindu”
dijadikan sebagai pendukung cerita dan dinyanyikan langsung oleh Julie Estelle dan
Tio Pakusadewo di beberapa scene di dalam film. Ini yang membuat “Surat Dari
Praha” menjadi berbeda, karena mengingat sudah lama rasanya saya tidak disuguhkan
film Indonesia yang berbalut musikal seperti ini.
Dan aspek-aspek teknis di atas dilengkapi dengan
akting yang baik dari para castnya, ada Julie Estelle yang berperan sebagai
Laras, Tio Pakusadewo sebagai Jaya, Rio Dewanto sebagai Dewa, dll. Semuanya
memainkan perannya dengan baik.
Dan yang menjadi sorotan adalah chemistry yang terjalin antara Laras (Julie Estelle) dan Jaya (Tio
Pakusadewo) yang begitu “klik”. Mereka berdua jadi bintang di film ini. Laras
dan Jaya adalah jiwa dan inti dari “Surat Dari Praha” Kita akan merasakan
cinta, kepahitan, sampai ketegaran melalui dialog-dialog di antara mereka.
Dan terakhir yang menjadi kekuatan dari “Surat Dari
Praha” adalah setting ceritanya yang diangkat dari kisah nyata, yaitu
orang-orang Indonesia yang terbuang dan kehilangan status kewarganegaraannya
karena dianggap haluan “kiri”, yaitu golongan yang menentang orde baru. Saya
pribadi baru tahu tentang hal ini, dan mendapat sedikit pengetahuan tentang itu
di film ini. Dan saya jadi bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang
terbuang tersebut melalui karakter Jaya.
Lalu bagaimana kekurangannya? Apakah ada? Mmm…apa ya?
Mungkin karena film ini lebih ke arah konflik internal atau konflik batin, jadi
kalau tidak terlalu peka, film ini terkadang agak sedikit terasa flat karena
pengemasan konfliknya.
Oh ya, dan satu lagi yang menjadi kekurangan dari “Surat Dari Praha”,
yaitu durasinya yang terlalu sebentar (hehehe), hanya sekitar 90 menit. Seandainya
lebih lama, saya berharap ceritanya bisa lebih dieksplore atau ditambah dengan
plot-plot yang menarik.
Well, “Surat Dari Praha” adalah film Indonesia yang
wajib ditonton di awal tahun ini. Film yang tidak akan membuatmu kecewa. Another great work from Angga Dwimas
Sasongko.
Score
:
8/10
Trailer : Trailer Surat Dari Praha
Komentar
Posting Komentar